Salah satu peserta sedang mempresentasikan hasil diskusi kelompok |
Pada sesi malam, 2 September 2016, peserta workshop diminta oleh fasilitator untuk membuat identifikasi potensi desa. Selanjutnya, pada hari ketiga, masing-masing desa diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi masing-masing desa. Beberapa hal menarik didapat dari presentasi-presentasi tersebut.
Pertama, semua desa mengakui, desanya memiliki kawasan hutan yang saat ini berstatus Hutan Produksi. Pengakuan ini secara politis menunjukkan, masing-masing desa sudah mengetahui dan menyadari kawasan yang disebut “hutan produksi” oleh pemerintah merupakan bagian dari wilayah desanya. Namun, pemetaan partisipatif oleh desa memang belum dilakukan, sehingga batas-batas desa belum dikerjakan baik secara pemetaan lapangan maupun digitasi peta tersebut.
Kedua, semua desa memiliki kelengkapan kelembagaan yang baik, mulai dari kelompok keagamaan, pemuda, perempuan, petani, hingga Kelompok Pengelola buah Kepayang. Namun, hanya desa Durian Rambun yang telah memiliki Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD). Persoalan yang mengemuka adalah dibutuhkannya peningkatan kapasitas bagi pengelola kelompok-kelompok masyarakat tersebut.
Ketiga, potensi sumberdaya alam sangat melimpah di lima desa tersebut. Mulai dari satwa endemik salah satunya adalah harimau Sumatera, hasil hutan bukan kayu antara lain kopi dan kepayang, air terjun sebagai potensi wisata, hingga tambang galian C dan emas.
Persoalan tata batas telah menjadi kesadaran lima desa tersebut untuk segera diselesaikan.
“Berdasarkan hasil survei, kegagalan kita di masa lalu mengapa tidak mendapatkan SK HPHD adalah karena tata batas desa belum jelas. Kami berharap, konsorsium IPHD ini dapat ‘meluruskan’ tata batas di desa kami”, kata salah satu perwakilan desa Birun.
Muncul juga pertanyaan dari salah satu tokoh adat desa Durian Rambun: “Apakah dengan adanya hutan itu, pemerintah memberikan peluang kepada masyarakat untuk dapat mengelolaanya dengan baik demi kesejahteraan masyarakat?”
Pertanyaan tersebut muncul, karena memang ada kekhawatiran dari masyarakat bahwa kalau hutan di tempat mereka menjadi Hutan Desa ataupun Hutan Adat, masyarakat kemudian tidak boleh berladang lagi atau tidak diperkenankan masuk ke hutan. Oleh narasumber dan fasilitator, pertanyaan tersebut dijawab dengan lugas bahwa justru jika hutan di desanya diperjuangkan untuk menjadi Hutan Desa dan Hutan Adat, maka hutan akan aman dari ancaman konversi hutan menjadi perkebunan ataupun pertambangan.
Menjelang siang hingga sore, masing-masing desa mendiskusikan rencana tindak lanjut (RTL) setidaknya untuk 6 bulan ke depan. Mayoritas lima desa tersebut mengambil langkah pertama untuk mensosialisasikan apa yang didapat dalam workshop ini ke warga desa. Setelah itu, masing-masing desa akan membentuk tim desa untuk merealisasikan RTL yang telah disusun. Salah satu agenda urgent yang dilakukan oleh lima desa tersebut adalah penataan batas kawasan desa dan hutan. (selesai)