Biji buah kepayang yang telah dikeringkan |
MINYAK KEPAYANG DAPAT MENINGKATKAN KECERDASAN OTAK MANUSIA, KARENA MENGANDUNG OMEGA 3 DAN 6 (Dr. Ir. Bayu Kanetro, MP)
Begitulah salah satu kata pembuka yang disampaikan Pak Bayu seorang ahli pengolahan hasil pertanian dari Universitas Mercu Buana Yogyakarta saat menjadi narasumber/fasilitator dalam pelatihan pengolahan minyak kepayang di Merangin Jambi.
Pohon kepayang (Pangidum edule) merupakan pohon bagi konservasi tanah dan air yang banyak tersebar di wilayah Sumatra khususnya di daerah Jambi. Pohon kepayang berbuah lebat pada musimnya. Biji buah kepayang telah dimanfaatkan oleh masyarakat secara tradisional/turun temurun sebagai bumbu masak (kluwek), obat tradisional dan minyak goreng. Biji buah kepayang mengandung minyak sekitar 24 g per 100 g bahan (Anonim, 2016) dengan komposisi asam lemak sebagian besar terdiri dari asam lemak tidak jenuh (ALTJ) yaitu asam oleat 38,4%; asam linoleat 42,2%; dan asam linolenat 3,97% (Cakrawati, 2006).
Kandungan ALTJ yang tinggi dari biji buah kepayang merupakan keunggulan minyak kepayang dibandingkan minyak goreng lainya, karena ALTJ merupakan asam lemak esensial yang tidak bisa disintesis oleh tubuh sehingga untuk mencukupi kebutuhan tubuh harus mendapat asupan dari luar. ALTJ juga bermanfaat untuk mencegah atherolschlerosis (penyumbatan pembuluh darah) dan penyakit jantung koroner. Potensi keunggulan minyak kepayang perlu dijelaskan ke masyarakat sehingga timbul kesadaran dari masyarakat untuk melestarikan tanaman kepayang dan memanfatkannya untuk produksi minyak secara komersial. Pemanfaatan biji kepayang harus diikuti dengan upaya pemanfaatan tanaman kepayang secara keseluruhan, misalnya buah dan kulit biji menjadi hasil samping pengolahan minyak kepayang yang memiliki nilai ekonomi.
Kandungan ALTJ yang tinggi menjadikan minyak cepat mengalami ketengikan (rancid) yang ditandai tingginya kadar asam lemak bebas dan kadar peroksida, sehingga perlu cara pengolahan yang tepat dan sanitasi yang baik agar dihasilkan minyak kepayang sesuai standar perdagangan. Cara tradisional untuk memperoleh minyak dari buah kepayang adalah dengan merebus biji buah matang selama 2-3 jam kemudian dikupas, merendam isi bijidan dikeringkan sampai minyaknya keluar kemudian dikempa dengan papan (Mahandari dkk., 2011). Proses pengolahan secara tradisional tersebut belum memperhatikan aspek rendemen, dan kualitas serta sanitasi sehingga produk yang dihasilkan belum bisa efisien dan belum bisa memenuhi standar perdagangan, misalnya Standar Nasional Indonesia (SNI). Menurut SNI, Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI - 3741- 1995 maksimal kadar air 0,3 %, kadar asam lemak bebas 0,3 %, dan kadar peroksida 2 mg ek/kg (Anonim, 2006). Standar kadar air, kadar asam lemak bebas dan kadar peroksida tersebut sebaiknya dipenuhi oleh industri pembuatan minyak kepayang agar produk lebih awet dan tidak mudah mengalami ketengikan. Pemahaman kepada masyarakat tentang standar mutu minyak goreng perlu dilaksanakan untukmeningatkan kualitasnya.
Mayarakat pembuat minyak kepayang perlu dipahami pentingnya cara produksi yang baik dan efisien serta ramah lingkungan. Berdasarkan penelitian telah diketahui berbagai metode pembuatan minyak kepayang. Pengetahuan ini akan diberikan kepada masyarakat selanjutnya masyarakat diberi kesempatan untuk menentukan metode terbaik berdasarkan rendemen dan mutu minyak dari hasil perhitungan dan analisis kimia. Produk minyak kepayang dari kelompok masyarakat untuk bisa dipasarkan perlu mendapatkan ijin dari Dinas Kesehatan Kabupaten setempat. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah kelompok masyarakat pengolah kepayang harsu memahami dan menertapkan cara pembuatan produk pangan yang baik khususnya sanitasi. Oleh karenanya kegiatan pelatihan pembuatan minyak kepayang selain memberikan pemahaman potensi, berbagai metode dan standar mutu minyak minyak kepayang, juga memberikan pemahahan ke masyarakat tentang cara produksi yang baik khususnya aspek sanitasi sesuai Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) atau Good Manufacturing Practices (GMP).
Atas dasar tersebut, Konsorsium IPHD Merangin Jambi yang terdiri dari Yayasan Satunama Lembaga Arupa Gerakan Masyarakat Cinta Desa (G-cinDe) dan Universitas Mercu Buana Yogyakarta dengan dukungan dari MCA - Indonesia menyelenggarakan pelatihan di lima Desa antara lain Durian Rambun, Lubuk Birah, Lubuk Beringin, Tiaro, dan Birun. Lima desa tersebut berada di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Lima Desa tersebut pada tahun 2011 dan 2012 telah mendapatkan SK Hutan Desa dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta SK Hutan Adat dari Bupati Merangin.
Pelatihan ini diselenggarakan pada tanggal 5-9 Januari 2017 dengan menghadirkan narasumber Ketua LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta: Dr. Ir. Bayu Kanetro, MP. Peserta pelatihan sebanyak 250 orang dari 5 Desa tersebut di atas. Dalam pelatihan ini, ada dua hal penting yang dijadikan materi untuk disampaikan kepada peserta antara lain:
- Pelatihan Good Manufacturing Practice (GMP), dan potensi/manfaat tanaman kepayang;
- Pelatihan keunggulan dan pengolahan biji kepayang menjadi minyak goreng.
Hasil dari pelatihan ini antara lain sebagai berikut:
- Masyarakat memahami manfaat semua bagian tanaman kepayang
- Masyarakat memahami keunggulan minyak kepayang dibandingkan minyak sayur/nabati lainnya.
- Masyarakat bisa menghitung rendemen, dan mengevaluasi mutu produk pengolahan biji kepayang menjadi minyak metode/cara tradisional dan metode lainnya.
- Masyarakat mampu menentukan metode pembuatan minyak kepayang yang terbaik berdasarkan pertimbangan rendemen, mutu dan aspek ramah lingkungan.
- Masyarakat mengetahui adanya permasalahan dalam pembuatan minyak secara tradisional dan memahami cara pemecahan masalahnya
- Masyarakat memahami pentingnya sanitasi dalam pengolahan biji kepayang menjadi minyak kepayang untuk melindungi pekerja dan menghasilkan produk sesuai standar mutu.
- Masyarakat memahami keterkaitan sanitasi dengan ijin pemasaran produk dari dinas kesehatan kabupaten setempat.