MERANGIN, denyutjambi.com – Rusaknya kawasan hutan di Provinsi Jambi sudah menjadi ke khawatiran yang luar biasa bagi pemerintah. Meski sudah berulang-ulang kali diperingati bahkan diterbitkan perda bahkan undang-undang, namun ulah oknum yang tidak bertanggung jawab tetap saja melakukannya.
Seperti data yang diperoleh dari Dinas Kehutanan Provinsi Jambi pada akhir tahun 2016 menyebutkan bahwa 44% kawasan hutan di Jambi rusak. Salah satu kabupaten yang terancam hutannya yaitu Merangin. Selain deforestasi akibat perambahan hutan, penambangan emas tanpa izin (PETI) juga menjadi biang keladi atas hilangnya tutupan hutan di Merangin. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mengatasi persoalan ini dirasa kurang memadai.
Sementara itu menurut Suharsih, salah seorang pemerhati kelestarian hutan yang berasal dari yayasan SATUNAMA, pada acara Pemetaan Hutan dengan menggunakan DRONE. Dengan Drone inilah atau lebih mudah dikenal dengan nama Pesawat tanpa awak nantinya yang akan digunakan masyarakat Merangin Jambi untuk melindungi hutannya dari kerusakan akibat perambahan dan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI).
“Kami percaya dengan masyarakat desa. Merekalah ke depan yang akan melindungi dan mengelola hutan di Merangin. Masyarakat kita latih menggunakan Drone untuk memetakan serta memantau hutan di desanya,” Ungkap Suharsih dari Yayasan Satunama dalam acara pelatihan pemetaan hutan menggunakan Drone di Bangko tanggal 24 Februari – 2 Maret 2017.
Sementara itu, menurut Eko Waskito, Direktur G-cinDe, pemetaan hutan oleh masyarakat dengan drone merupakan salah satu kebutuhan dalam pengelolaan Hutan Desa dan Hutan Adat yang ada di Desa Lubuk Birah, Lubuk Beringin, Durian Rambun, Tiaro, dan Birun. Lima desa tersebut sudah sejak 2011 aktif mengelola hutan yang ada di desanya.
“Kearifan lokal masyarakat lima desa itu dalam mengelola hutan perlu didukung salah satunya dengan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pemetaan hutan menggunakan teknologi Drone,” lanjut Eko Waskito.
Terpisah, menurut Narasumber dalam pelatihan ini yaitu Arif Munandar beserta team dari Swandiri Institute, Pontianak. Lembaga ini telah berpengalaman melakukan pemetaan lahan dengan Drone di berbagai wilayah di Indonesia. Menurut Arif, jika dibandingkan dengan peta citra satelit, peta Drone lebih detail dan lebih real time dalam melihat kondisi lahan saat itu juga. Selain harga dan biayanya lebih terjangkau, hasilnya pun lebih baik.
“Dengan masyarakat memiliki peta real time, mereka dapat merencanakan pola ruang baik untuk pemukiman, perkebunan, pertanian, dan juga kehutanan. Jadi masyarakat mempunyai perencanaan mana lahan yang harus dilindungi, dan mana lahan yang akan dibudidayakan,” Ungkap Arif.
Sementara itu, Sekda Kabupaten Merangin Drs. H. Sibawaihi, ME dalam penutupan pelatihan menyampaikan bahwa Bupati Merangin sangat berbangga bahwa masyarakat dapat meningkat pengetahuan dan ketrampilannya.
“Pemerintah Kabupaten Merangin juga siap bekerjasama dengan konsorsium ini untuk mengoptimalkan peran hutan desa dan hutan adat di Merangin untuk kesejahteraan masyarakat,”imbuhnya.
Saat ini lima desa tersebut tengah mendapatkan pendampingan dari Konsorsium Satunama, G-cinDe, ARuPA dan Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Dengan program kemakmuran hijau yang didanai oleh MCA-Indonesia, konsorsium ini mendampingi masyarakat mengolah biji buah kepayang menjadi virgin oil dan melakukan pengelolaan hutan desa dan hutan adat secara lestari dan produktif.
Hampir 15.000 hektar hutan di 5 desa tersebut saat ini masih dalam kondisi yang lestari. Hal ini sangat sejalan dengan program pemerintahan Jokowi yang mentargetkan 12,7 juta hutan di Indonesia dapat dikelola oleh masyarakat melalui skema Perhutanan Sosial yang salah satu bentuknya adalah Hutan Desa dan Hutan Adat. (*)
Sumber: http://denyutjambi.com/2017/03/04/saatnya-lindungi-kelestarian-hutan-salah-satunya-dengan-drone/