Monday, August 28, 2017

Studi Banding Pengembangan Produk Kepayang



Tanggal 24 - 26 Agustus 2017, 15 orang perwakilan dari 5 desa lokasi project berkunjung ke Yogyakarta untuk melakukan studi banding ke beberapa lokasi. Lima belas orang terdiri atas perwakilan Pemerintah Desa, Kelompok Pengelola Kepayang dan Kelompok Perempuan.

Ringkasan Proses

Hari Pertama, 24 Agustus 2017
Jam 09.00 Peserta studi banding berangkat dari Merangin melalui bandara udara Muara Bungo. Peserta yang berangkat sejumlah 22 orang antara lain 7 staf project dan 15 masyarakat desa. Masyarakat desa yang ikut studi banding yaitu dari Desa Lubuk Beringin, Lubuk Birah, Durian Rambun, Tiaro, dan Birun. Peserta tiba di Yogyakarta jam 14.30. Peserta check in di Hotel Pramesti Malioboro, dan istirahat. Jam 19.00, Panitia studi banding melakukan briefing kepada peserta studi banding tentang agenda selama di Yogyakarta.

Hari Kedua, 25 Agustus 2017
BUMDes Nglanggeran
Nglanggeran merupakan salah satu desa di Kabupaten Gunungkidul, DIY. Desa tersebut memiliki obyek wisata terkenal yakni gunung api purba, embung, dan air terjun. Berproses sejak 18 tahun yang lalu ketika Kelompok karang taruna melakukan kegiatan konservasi lahan berupa penanaman lahan kritis seluas 48 hektar. Tahun 2007, kelompok Pemuda ini mulai mengelola gunung api purba yang sudah ditumbuhi pohon tersebut menjadi sebuah obyek wisata alam. Sejak saat itu, obyek wisata gunung api purba berkembang dengan segala kelengkapannya misalnya homestay, SPA, dll.

Peserta studibanding tiba di Nglanggeran pukul 09.00 disambut di sebuah Joglo yang merupakan sekretariat dari Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) desa Nglanggeran. Arsih sebagai Project Manager Konsorsium IPHD memberikan pengantar tentang maksud dan tujuan studi banding. Bahwa masyarakat Merangin ingin belajar tentang bagaimana menginisiasi dan mengelola BUMDes serta kelompok-kelompok bisnis di bawahnya. Karena saat ini, masyarakat desa di Merangin tengah mengupayakan pengolahan minyak kepayang, pengolahan kopi jahe, serta mengidentifikasi potensi wisata alam misalnya lubuk larangan.

Mas Aris dan 2 rekan dari pengelola wisata Nglanggeran memberikan penjelasan tentang sejarah pengelolaan wisata di tempat eksotik tersebut. Kunci-kunci keberhasilan dari pengelolaan wisata adalah ketulusan hati para perintis usaha, pelayanan yang prima kepada konsumen dalam arti memperlama durasi kunjungan para pengujung, serta pengelolaan keuangan secara transparan. Mas Aris juga menjelaskan bahwa kelebihan dari pengelolaan wisata nglanggeran adalah berbasis komunitas bukan berbasis investor. Kelebihannya, manfaat ekonomi langsung dirasakan oleh masyarakat setempat karena mereka terlibat langsung dalam pengelolaan. Sebagai contoh, masyarakat desa menyediakan homestay untuk tempat tinggal para wisatawan.

Pak Ahyak Uddin dari Desa Lubuk Birah mengajukan pertanyaan tentang bagaimana hubungan pengelola wisata nglanggeran dengan BUMDes yang ada di desa tersebut. Mas Aris menjawab bahwa sebagian pengurus wisata ditempatkan sebagai salah satu pengurus dalam BUMDes. Hasil keuntungan wisata disetor kepada BUMDes sebesar 10%. BUMDes mengkoordinir dua unit usaha yaitu usaha simpan pinjam uang dan usaha pengelola wisata.

Soft tracking
Setelah melakukan dialog, peserta studi banding diajak oleh pengelola wisata untuk melakukan soft tracking atau berjalan kaki mendaki gunung api purba nglanggeran. Dari pendakian ini, peserta belajar tentang bagaimana masyarakat dapat mengelola perbukitan batu menjadi sebuah obyek wisata yang menarik. Pengunjung yang ingin mendaki gunung tetapi tidak terlalu lama dan terjal, maka dapat melakukan pendakian di gunung api purba yang kalau sampai puncak berada pada ketinggian 700 meter dpl. Para pengunjung dapat melakukan selfi atau swafoto dengan background perbukitan dan dataran rendah yang ada di bantul dan gunungkidul. Karena keterbatasan waktu, para peserta hanya sampai pada pos 1 dari 4 pos pendakian. Setelah itu, peserta turun dan kembali ke Joglo lokasi dialog untuk makan siang. Setelah itu, sebagian peserta melakukan sholat Jumat berjamaah di majid yang tidak jauh dari Joglo.

Peternakan Kambing Etawa & Susu Kambing
Peserta melanjutkan perjalanan ke sentra peternakan kambing etawa. Di desa nglanggeran, terdapat 3 (tiga) sentra peternakan kambing dan sekaligus memproduksi susu kambing etawa. Peserta studi banding mengunjungi salah satu salah satu dari peternakan tersebut. Peternakan kambing ini dikelola secara kelompok. Setiap anggota kelompok mempunyai 1-2 kambing yang kandangnya dibuat terpadu dengan anggota kelompok yang lain. Harga kambing Jantan untuk sebagai “bibit” perkawinan sekitar 20 juta rupiah. Kambing yang sedang sakit di sendirikan kandangnya agar tidak menular dengan kambing yang lain. Kambing yang sedang bunting dan menyusui, disendirikan pula.

Ada juga tempat khusus untuk memerah susu kambing. Susu kambing sudah dibuat bubuk atau powder. Kelompok tersebut menjual susu bubuk dengan berat bersih 100 gram seharga Rp. 15.000 rupiah. Peserta studi banding juga di suguhi susu kambing segar secara gratis. Juga ditunjukkan bagaimana cara mengolah susu kambing segar menjadi bubuk susu kambing. Khasiat susu kambing salah satunya yaitu menambah vitalitas bagi pria serta sangat tinggi kandungan proteinnya. Peserta sangat antosias menyaksikan bagaimana peternakan kambing etawa dapat menghasilkan usaha turunan yaitu susu kambing yang diolah menjadi bubuk (powder) dan dikemas secara apik. Sehingga pendapatan untuk peternak anggota kelompok semakin bertambah.

Pengelola Coklat
Kunjungan dilanjutkan ke kelompok sentra pengolahan kakao atau coklat. Di desa nglanggeran banyak masyarakat yang menanam tanaman kakao. Para petani bersatu membuat sebuah kelompok pengolah buah coklat menjadi aneka macam produk yaitu produk coklat, dodol, serbuk wedang coklat, dan kripik coklat. Segala macam produk tersebut sangat apik di display dalam sebuah showroom. Dalam showroom tersebut dilengkapi dengan beberapa poster edukasi tentang apa itu buah kakao, bagaimana khasiat dan manfaat kakao, bagaimana alur proses mengolah buah kakao menjadi produk.

Para peserta disuguhi dengan bagaimana proses pengolahan dari serbuk coklat asli dengan dipanaskan dan dicampur dengan santan dan gula. Para peserta misalnya Pak Zulkifli dari desa Birun ikut praktek memasak serbuk coklat menjadi produk coklat yang dapat dikonsumsi langsung. Produk turunan buah kakao yang lain yang sedang dikembangkan oleh masyarakat nglanggeran adalah virgine oil dari ekstraksi kulit coklat. Virgine oil tersebut digunakan sebagai bahan utama untuk SPA. Paket wisata SPA ini adalah produk baru dari wisata nglanggeran. Para peserta studi banding belajar banyak dari sentra pengelola coklat ini. Peserta belajar bagaimana mengoptimalkan potensi komoditas lokal dengan turunan produk yang banyak. Pemasaran produk coklat di integrasikan dengan wisata yang lain. Proses melibatkan pengunjung dalam membuat sebuah produk adalah sangat menarik dalam konteks pelayanan wisata. Setelah puas melihat proses pembuatan coklat beserta produk-produk turunan yang lain, peserta melanjutkan perjalanan ke kantor SATUNAMA untuk berdialog dengan pengurus SATUNAMA.

Kunjungan ke SATUNAMA
Sampai di kantor SATUNAMA pukul 17.00. Para peserta disambut oleh perwakilan pengurus SATUNAMA yaitu Pak Edi. Pak Edi menjelaskan tentang profil satunama mulai dari visi, misi, program kerja, serta wilayah dampingan SATUNAMA yang tersebar di seluruh Indonesia, bahkan hingga hampir disetiap provinsi ada. Ada pertanyaan-pertanyaan yang mengemuka dari dialog tersebut. Pak Syamsul Huda dari lubuk beringin menyatakan bahwa apakah mungkin program dari konsorsium IPHD ini dapat berlanjut tersebut hingga tahun depan dan tahun depannya lagi? Oleh Pak Edi dijelaskan bahwa secara prinsip, pemberdayaan masyarakat selalu akan dievaluasi dan dilanjutkan oleh berbagai pihak. SATUNAMA akan mengkomunikasikan inisiatif dan potensi yang ada di masyarakat desa baik dengan pemerintah daerah maupun dengan lembaga-lembaga yang lain.

Peserta dari Durian Rambun Muh. Izhar menanyakan soal bagaimana cara memperbaiki dan membuat baik infrastruktur jalan yang sangat buruk di desa Durian Rambun. Pak Edi menjawab akan dikomunikasikan kepada pemerintah daerah setempat. Masyarakat yang lain menanyakan tentang kesulitannya dalam hal penjernihan minyak kepayang. Untuk pertanyaan ini akan disampaikan jawabannya saat hari setelahnya berkunjung ke laboratorium Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Acara diakhiri dengan makan malam bersama dan ngobrol bebas di SATUNAMA. Setelah itu, peserta kembali ke penginapan dan istirahat.

Hari Ketiga, 26 Agustus 2017
Kunjungan ke Laboratorium UMBY
Setelah peserta sarapan di penginapan, lalu jam 07.30 melakukan perjalanan ke Fakultas Agro industri Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Disambut oleh Pak Wafit Dinarto selaku Dekan Fakultas Agro Industri UMBY dan Pak Didiet Heru Swasono selaku Dosen senior di fakultas tersebut yang juga merupakan tenaga ahli ESMS dalam project konsorsium IPHD. Ketika peserta studibanding sampai di UMBY, langsung dilakukan dialog dalam ruangan rapat antara peserta studi banding dengan kedua orang tersebut. Dialog seputar gambaran umum tentang potensi pengembangan kepayang yang ada di Merangin. Proses selanjutnya yaitu melihat laboratorium F. Agro Industri UMBY. Peserta ditunjukkan beberapa kegiatan dalam Lab. Termasuk juga proses pengolahan minyak kepayang dengan mesin press. Selanjutnya proses penjernihan dengan menggunakan mesin. Para peserta juga diperlihatkan beberapa kegiatan yang sedang diinisiasi oleh UMBY yaitu pengembangan beras atau nasi rendah gula.

Peserta studibanding juga diajak untuk keliling-keliling melihat berbagai macam gedung kampus yang digunakan untuk berbagai fungsi misalnya kelas, laboratorium, ruang rapat, dll. Peserta juga diundang jika ada anak-anak muda dari Merangin hendak memperdalam urusan pertanian, perkebunan, dapat kuliah di UMBY. Saat ini ada kelas jauh melalui teleconference dari Merangin dan dari Yogyakarta. Setelah dari UMBY, lalu peserta berlanjut melakukan perjalanan ke Coconut Center.

Kunjungan ke Coconout Center
Peserta disabut dengan owner Coconut Center. Dijelaskan bagaimana sejarah berdirinya coconut center ini. Potensi kelapa di Indonesia sangat sayang karena diekspor dalam bentuk mentah ke Malaysia. Sehingga produk turunan dari kelapa saat ini banyak dari Malaysia. Padahal kalau diolah di Indonesia dapat menghasilkan pendapatan tambahan. Coconut Center bekerjasama dengan komunitas-komunitas petani kelapa di seluruh Indonesia. Jadi, perusahan ini adalah perusahaan masyarakat. Produk turunan dari kelapa yang telah diproduksi oleh Coconut Center ini yaitu Virgine Oil yang berfungsi untuk medis dan SPA, minyak goreng kelapa, tali tambang dari serbuk kulit kelapa, dan briket dari cangkang kelapa. Coconut Center sudah ekspor ke Turki dan negara-negara lain.

Pimpinan dari Coconut Center memberikan tips kepada masyarakat kelompok pengelola kepayang, jika ingin masuk pada pasar ekspor, kuncinya ada 3 K antara lain: Kapsitas, Kontinuitas, dan Kualitas. Jadi para pembeli akan menanyakan sebarapa besar kapasitas yang bisa diproduksi oleh produsen, seberapa peluang keberlanjutan dalam mensuplay barang, dan bagaimana kualitas produknya apakah sesuai standar atau tidak. Virgine oil dengan volumen 250 ml diberi harga Rp. 25.000. Sedangkan minyak goreng kelapa 1 liter di jual Rp. 37.000. Setelah dari coconut Center lalu peserta diajak untuk evaluasi bersama bertempat di Pantai Depok, Bantul Yogyakarta.

Hari Keempat, 27 Agustus 2017
Pukul 08.00 Peserta diajak untuk briefing bersama management proyek IPHD. Pukul 09.00 Peserta berangkat ke Bandara Udara Adi Sutjipto Yogyakarta untuk pulang ke Merangin. 


Hasil yang diperoleh
Adapun hasil yang diperoleh dalam studi banding ini adalah sebagai berikut:

  1. Peserta mendapatkan pengetahuan tentang pengelolaan BUMDes, Pengelolaan Kelompok Sadar Wisata dan kelompok usaha lainnya.
  2. Peserta mendapatkan pengalaman tentang bagaimana mengintegrasikan antara produk kerajinan dan pengolahan pangan masyarakat dengan obyek wisata alam.
  3. Peserta mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana memanfaatkan potensi lokal melalui berbagai macam varian produk turunan
  4. Peserta memahami cara mempromosikan produk baik melalui media online maupun melalui pelayanan yang prima kepada pengunjung.
  5. Peserta mendapatkan pengalaman bagaimana dinamika kelompok usaha mulai dari pasang surut dalam mengurusi usahanya hingga mendapatkan penghargaan dari berbagai pihak baik lokal, nasional, maupun internasional.


TINDAK LANJUT
Masing-masing desa akan melakukan evaluasi dan pembahasan ulang tentang potensi apa yang ada di desa yang dapat dikembangkan baik dalam bentuk produk pangan dan kerajinan maupun dalam bentuk produk wisata alam. Setelah itu, masing-masing desa akan membicarakan pembuatan BUMDes dan juga Badan Kerjasama Antar Desa untuk mengoptimalkan potensi lokal.

PEMBELAJARAN
Untuk mendapatkan hasil yang sedemikian tinggi dari pengelola wisata obyek gunung api purba diperlukan waktu yang tidak sebentar, bahkan sampai 18 tahun. Dan dibutuhkan pioner penggerak desa yang penuh pengabdian dan keiklasan. Proses pengelolaan produk termasuk wisata harus mengutamakan kapasitas, kontinuitas, dan kualitas. Dan yang paling penting adalah usaha yang dijalankan adalah usaha masyarakat sehingga partisipasi dan transparansi menjadi hal yang utama.

Tuesday, August 1, 2017

Musyawarah Adat Marga Pesanggrahan



Merangin, 01 Agustus 2017 - Masyarakat Adat Marga Pesanggrahan mengadakan musyawarah adat pada hari Sabtu 29 Juli 2017. Bertempat di pinggir sungai Nilo Desa Lubuk Beringin, suasana musyawarah berlangsung menyenangkan dan tetap khidmat. Para tetua adat dari lima desa antara lain: Lubuk Beringin, Lubuk Birah, Durian Rambun, Tiaro, dan Birun bermusyawarah tentang gagasan pembentukan Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD). Tujuan musyawarah tersebut untuk memadukan potensi dari 5 desa baik potensi budaya maupun potensi ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Salah satu potensi yang ingin dikerjasamakan 5 desa tersebut adalah minyak kepayang. Menurut hasil uji laboratorium Universitas Mercu Buana Yogyakarta, minyak kepayang merupakan jenis minyak nabati yang rendah kolestrol serta mengandung Omega 3 dan Omega 6 yang sangat baik untuk kecerdasan otak anak. Selain itu, bagus juga untuk mencegah timbulnya kanker dan penyakit lainnya. Minyak Kepayang berasal dari ekstraksi buah kepayang yang pohonnya tumbuh di Hutan Desa di wilayah Margo Pesanggrahan. Pohon ini merupakan warisan para leluhur yang menurut para warga perlu untuk dilestarikan.

Kerjasama lain yang hendak dibangun oleh 5 desa tersebut adalah potensi wisata yang terdapat dalam Hutan Desa. Beberapa air terjun alami, lubuk larangan, serta hutan pendidikan sangat potensial untuk dikembangkan dan di pasarkan. Kendala utama adalah infrastruktur jalan menuju 5 desa ini yang masih buruk. Menanggapi hal tersebut, M Ladani, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Merangin yang datang pada acara tersebut, mengatakan bahwa proses pembangunan infrastruktur jalan akan terus dilakukan. Dengan kapasitas mewakili Bupati Merangin yang berhalangan hadir pada Musyawarah adat tersebut, M Ladani meminta para kepala desa untuk mengidentifikasi Dana Desa maupun Anggaran Dana Desa yang rencanakan penggunaannya dalam APBDes Tahunan.

“Selain Pemerintah Kabupaten bertanggungjawab atas pembangunan infrastruktur di desa, saat ini, dengan UU Desa, coba para kepala desa dan ketua BPD mengidentifikasi mana-mana kewenangan keuangan Kabupaten dan mana-mana kewenangan keuangan Desa dalam konteks pembangunan infrastruktur” ungkap M Ladani.

Musyawarah adat dalam rangka pembentukan BKAD ini merupakan salah satu kegiatan yang difasilitasi oleh Konsorsium SATUNAMA dengan dukungan dana hibah dari MCA Indonesia. Program manager Konsorsium SATUNAMA, Suharsih, dalam sambutan pengantarnya mengatakan, musyawarah adat merupakan bagian dari upaya penguatan pelembagaan pengelolaan hutan desa yang menjadi fokus kerja konsorsium. Harapannya, dengan adanya BKAD, maka upaya peningkatan ekonomi masyarakat di sekitar hutan dapat terwujud karena BKAD akan mewadahi pengembangan produk unggulan lokal, salah satunya Minyak Kepayang.

Dalam musyawarah adat tersebut, pada awal dan pertengahan acara diselingi atraksi silat harimau yang diperagakan oleh beberapa tokoh adat desa Lubuk Beringin. Selain itu, dibacakan pula pantun-pantun khas Marga Pesanggrahan yang berisi petuah-petuah bijak dari leluhur. Sebagai contoh, dalam tradisi adat Margo Pesanggrahan, mereka memegang teguh prinsip musyawarah untuk menyelesaikan masalah.

“Bulek aek dek pembuluh, bulek kato dek mufakat”. Yang artinya setiap masalah dicari jalan keluar dengan musyawarah mufakat. “Kalaulah memahat diatas garis, Kalaulah mengaji diatas kitab. Rumah sudah jadi, ganden dan pahat tidak berbunyi lagi”. Ungkapan tersebut berarti: Setiap masalah apabila sudah diselesaikan dengan mufakat, maka tidak timbul lagi masalah di kemudian hari.

Dengan berpedoman pada ajara leluhur tersebut, masyarakat 5 desa mengadakan musyawarah adat untuk membicarakan kerjasama BKAD. Pada akhir musyawarah, pada kepala desa dengan disaksikan oleh tokoh adat, camat, serta pemerintah kabupaten Merangin, melakukan penandatanganan berita acara kerjasama dalam bidang ekonomi, ekologi, dan budaya. (abp)