Biji kepayang yang mulai tumbuh kecambahnya |
Pernah mendengar istilah mabuk kepayang? Ya, memang kepayang dapat memabukkan jika proses mengkonsumsinya tidak melalui proses yang benar. Kepayang adalah jenis pohon berbuah yang dalam bahasa latinnya disebut Pangium Edule. Penyebutan kepayang lazimnya dilakukan di pulau Sumatera. Sementara itu, di Jawa pohon buah ini sering dikenal dengan kluwek. Jika anda pernah makan brongkos di Magelang atau Rawon di Surabaya, buah kluwek menjadi salah satu bahannya, yang kemudian berdampak pada warna makanan tersebut menjadi kehitam-hitamanan.
Di Jambi, masyarakat adat khususnya di Kabupaten Merangin terbiasa mengolah buah ini menjadi minyak goreng. Pohon-pohon kepayang di Merangin tumbuh alami di hutan dan di ladang masyarakat. Masyarakat memelihara dan memanfaatkan buahnya. Saya bertanya kepada banyak masyarakat di desa-desa seputar Merangin, bahwa masyarakat tidak pernah membudidayakan tanaman ini dalam arti membuat pembibitan lalu menanamnya.
Konsorsium IPHD yang terdiri dari Yayasan Satunama, Gerakan Masyarakat Cinta Desa (G-cinDe), Lembaga Arupa, dan Universitas Mercu Buana Yogyakarta dengan dukungan pendanaan dari Yayasan Kehati, MCA - Indonesia dan MCC mencoba untuk menangkap potensi kepayang di Merangin. Dengan kandungan Omega 3 dan Omega 6 yang terdapat di minyak kepayang, komoditas ini sangat layak untuk dikembangkan dan dibudidayakan. Kami telah berbicara dengan masyarakat tentang ide tersebut, dan masyarakat menyambut dengan baik. Salah satu desa yang siap untuk menciptakan sentra pembibitan kepayang adalah Desa Lubuk Beringin Kecamatan Muara Siau Kabupaten Merangin.
Lewat pendamping desanya yaitu Rajo Mudo Arief Musvidi, masyarakat membuat pembibitan buah kepayang di salah satu lahan milik warga dengan luas 3 hektar. Namun untuk saat ini, lahan yang baru dimanfaatkan untuk pembibitan kepayang tersebut berukuran 10 meter x 13 meter.
Masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Pengelola Kepayang Desa Lubuk Beringin bergotong royong mengumpulkan buah kepayang yang jatuh dari pohonnya. Mereka mengumpulkan buah tersebut menjadi satu, lalu membiarkan buah tersebut busuk. Tujuan utamanya yaitu membusukkan daging buah, untuk kemudian dapat mengambil biji kepayang. Setelah biji di dapat, lalu biji tersebut disemaikan tidak ditanah, melainkan dimasukkan ke dalam karung goni. Mengapa disemai di karung goni? Karena di dalam karung goni, air yang disiramkan dapat tersimpan dalam karung goni, sehingga kondisi kelembapan dapat terjaga.
Kelembapan ini memicu kecambah muncul dari biji buah kepayang. Setelah biji tersebut muncul kecambahnya, lalu biji dipindahkan di polibag. Membutuhkan waktu sekitar 2 bulan untuk biji tersebut mulai muncul kecambahnya di dalam karung goni. Setelah itu, biji yang sudah diletakkan di polibag lalu disiram.
Masyarakat Lubuk Beringin telah melakukan pembibitan sekitar 2.000, dan yang berhasil sekitar separuhnya. Gagal separoh karena telah melalui proses belajar dengan melakukan persemaian di tanah tadi. Kemudian sekitar 3 bulan setelahnya, ketika kecambah tersebut tumbuh besar dan tinggi dengan kira-kira 1 meter 20 centimeter, lalu dipindahkan dari polibag ke tanah lokasi penanaman kepayang.
Menurut warga desa, dengan panjang batang sekitar 1 meter tersebut, pohon kepayang kecil mempunyai akar sekitar 50 cm. Artinya, dengan polibag yang kecil, akar akan tembus sampai ke tanah. Oleh karena itu, diperlukan alat khusus untuk mengambil akar tersebut di tanah. Agar semaksimal mungkin akar dapat terselamatkan dan dapat ikut tertanam di lokasi penanaman.
Desa Lubuk beringin tidak sendiri dalam melakukan pembibitan ini. Ada 4 Desa lain yang melakukan hal yang sama dalam bingkai program IPHD yang diinisiasi oleh Satunama dan anggota konsorsiumnya. Desa lain tersebut yaitu Durian Rambun, Lubuk Birah, Tiaro, dan Birun. Tetapi memang proses pembibitan dari 4 desa tersebut tidak seprogresif yang dilakukan di Desa Lubuk Beringin. Desa-desa yang lain tersebut saat ini baru pada tahap penyiapan lahan dan pengumpulan buah kepayang untuk selanjutnya di semaikan.
Kegiatan pembibitan ini merupakan bagian dari program besar institusionalisasi pengelolaan hutan desa dan adat di 5 desa tersebut. Kepayang diproyeksikan menjadi tanaman endemik yang dilestarikan oleh 5 desa tersebut dengan tujuan untuk mengkonservasi hutan desa dan hutan ada yang ada di wilayah tersebut. Selain itu, pengolahan biji kepayang menjadi minyak kepayang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat desa nantinya.
No comments:
Post a Comment